MATEMATIKA ISLAM ABAD PERTENGAHAN
Dalam buku A History of Mathematics, Victor Katz menulis bahwa:
Sejarah matematika Islam abad pertengahan tidak dapat ditulis dengan
lengkap, karena banyak manuskrip Arab yang belum dipelajari... Tetap
saja, garis besarnya... sudah diketahui. Matematikawan Islam
mengembangkan sistem numeralia letak-nilai desimal yang mencakup pecahan
desimal, menyusun studi aljabar dan mulai mempertimbangkan hubungan
antara aljabar dan geometri, mempelajari dan memajukan teori geometri
Yunani yang dicetuskan
Euklides,
Archimedes, dan
Apollonius, dan membuat kemajuan besar dalam geometri bidang dan bola.
Penerjemahan dan studi
matematika Yunani yang menjadi rute utama distribusi teks-teks tersebut ke Eropa Barat turut memainkan peran penting. Smith menulis bahwa:
Dunia berutang besar kepada para ilmuwan Arab karena melindungi dan
mengirimkan karya klasik matematika Yunani... mereka lebih banyak
mengirimkan [teks], tetapi mereka juga membuat kemajuan besar dalam
bidang aljabar dan menunjukkan kejeniusan karya mereka dalam bidang
trigonometri.
Matematikawan Islam memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ilmu
pengetahuan di Eropa dan memperkayanya dengan temuan mereka sendiri dan
temuan yang diwariskan oleh bangsa Yunani, India, Suriah, Babilonia, dan
lain-lain.
Kontribusi terpenting matematikawan Islam adalah pengembangan
aljabar,
yaitu menggabungkan material India dan Babilonia dengan geometri Yunani
untuk mengembangkan aljabar. Dalam aljabar, seorang matematikawan
menggunakan simbol x, y, atau z sebagai pengganti angka untuk
menyelesaikan persoalan matematika.
Bilangan irasional
Bangsa Yunani menemukan
bilangan irasional, namun mereka tidak senang dan hanya mampu membedakan
besaran dan
bilangan.
Dalam pandangan Yunani, besaran terus berubah dan dapat digunakan untuk
beberapa hal seperti rentang garis, sedangkan bilangan bersifat
diskret. Karena itu, bilangan irasional hanya dapat diselesaikan oleh
geometri dan matematika Yunani memang cenderung geometris. Sejumlah
matematikawan Islam seperti
Abū Kāmil Shujāʿ ibn Aslam
perlahan menghapus perbedaan antara besaran dan bilangan, sehingga
memungkinkan jumlah irasional tampak seperti koefisien dalam persamaan
dan solusi bagi persamaan aljabar. Mereka bebas memperlakukan bilangan
irasional seperti benda, tetapi mereka tidak mempelajari sifatnya secara
teliti.
[7]
Induksi
Omar Khayyám
Untuk menyelesaikan persamaan tingkat tiga
x3 +
a2x =
b Khayyám membuat
parabola x2 =
ay, sebuah
lingkaran berdiameter
b/
a2,
dan satu garis vertikal melintasi titik potong. Solusinya adalah
panjang garis horizontal dari asalnya ke titik potong garis vertikal dan
sumbu
x.
Omar Khayyám (c. 1038/48 di
Iran – 1123/24) menulis
Treatise on Demonstration of Problems of Algebra yang mencantumkan solusi sistematis untuk
persamaan tingkat tiga yang melampaui
Aljabar karya
Khwārazmī. Khayyám mendapatkan solusi persamaan ini dengan mencari titik potong dua
bidang kerucut. Metode ini sudah dipakai oleh bangsa Yunani, tetapi mereka tidak menggeneralisasi metode ini untuk semua persamaan
berakar positif.
Sharaf al-Dīn al-Ṭūsī
Sharaf al-Dīn al-Ṭūsī (? di
Tus, Iran – 1213/4) mengembangkan pendekatan baru terhadap penelitian
persamaan kubus, suatu pendekatan untuk mencari titik tempat polinomial kubus mencapai nilai maksimumnya. Misal, untuk menyelesaikan persamaan
, dengan
a dan
b positif, ia menulis bahwa titik maksimum kurva
ada di
,
dan persamaan tersebut bisa tidak punya solusi, satu solusi, atau dua
solusi, tergantung apakah tinggi kurva pada titik tersebut kurang dari,
sama dengan, atau lebih besar daripada
a. Karya-karyanya yang
berhasil diselamatkan tidak memberi petunjuk mengenai cara ia menemukan
rumus nilai maksimum kurva tersebut. Berbagai konjektur telah dirumuskan
untuk mengetahui bagaimana ia menemukan metode ini.
[14]
Tokoh besar lainnya
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika_Islam_abad_pertengahan